Invisible labor merupakan situasi dimana pekerjaan yang dilakukan tidak terlihat, tidak dihargai, atau diremehkan, dan sering kali dianggap tidak penting, meskipun memiliki peran penting dalam mendukung fungsi-fungsi di tempat kerja, keluarga, maupun komunitas masyarakat. Istilah ini pertama kali dideskripsikan oleh seorang ahli sosiologi Arlene Keplan Daniels pada tahun 1980an.
Invisible labor biasanya berkaitan dengan tugas-tugas tidak berbayar yang dilakukan oleh seorang perempuan dalam rumah tangga maupun lingkungan pekerjaan. Berhadapan dengan invisible labor merupakan hal yang dapat membuat stres karena para perempuan tersebut merasakan ketidakadilan. Situasi ini mencerminkan adanya ketidaksetaraan gander di masyarakat. Penelitian (Kaplan, A, 2022) menunjukkan bahwa perempuan dan kelompok marginal lainnya melakukan lebih banyak invisible labor.
Invisible labor dapat memberikan konsekuensi bagi kesehatan mental. Berikut ini merupakan konsekuensi mental yang berpotensi dimiliki seseorang yang menjalani invisible labor.
- Kesepian
Kurangnya pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan selama ini dapat memunculkan perasaan terisolasi dan tak terlihat sehingga dapat memunculkan perasaan kesepian dan kebencian serta menurunkan relasi dengan orang yang meremehkan dirinya. - Kelelahan (Burnout)
Menangani banyak tanggung jawab secara terus menerus tanpa adanya apresiasi dapat menyebabkan kelelahan dan rasa putus asa. - Mengabaikan self-care
Stres yang muncul akibat invicible labor dapat membuat kebutuhan dasar menjadi sulit untuk terpenuhi dengan alasan terlalu sibuk, seperti kurang tidur, sering makan makanan cepat saji, dan mengabaikan olahraga,