APAKAH ANDA PERNAH MENDENGAR ‘TOXIC FORGIVENESS’ ?

‘Forgive and forget’ (maafkan dan lupakan) merupakan istilah yang seringkali diucapkan saat berkonflik dengan orang lain. Selintas, ungkapan ini seolah-olah menunjukkan perilaku yang terpuji dalam menghadapi orang-orang yang menyakiti diri kita. Namun, pada kenyataannya tindakan tersebut merupakan sebuah langkah yang diambil untuk mengabaikan dan menghindari permasalahan yang terjadi. Mengabaikan atau menghindari permasalahan dapat menyebabkan rusaknya hubungan dengan pihak yang menyakiti kita. 

Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan toxic foregiveness? Toxic forgiveness muncul saat seseorang memaafkan orang lain terlalu cepat atau tidak sepenuh hati,  tanpa menyelesaikan permasalahan yang terjadi hingga ke akar permasalahan. Tipe memaafkan yang seperti ini seringkali merupakan respon atas tekanan untuk mengikhlaskan kesalahan yang terjadi tanpa memproses gejolak emosi yang berlangsung. Toxic forgiveness biasanya muncul sebagai respon terhadap ketakutan akan terjadinya konflik, mempertahankan situasi yang damai, atau tuntutan budaya dan masyarakat.

Toxic forgiveness dapat merusak kedekatan hubungan dengan orang lain karena hal tersebut menciptakan keharmonisan palsu yang dapat memperburuk situasi. Seiring berjalannya waktu, masalah yang tidak terselesaikan dapat bertambah sehingga membuat hilangnya kepercayaan, meningkatkan kesalahpahaman, dan memunculkan ketidakpuasan terhadap orang lain. Orang yang memberikan maaf akan merasa perasaannya diabaikan oleh pihak yang melakukan kesalahan. Sedangkan, pihak yang bersalah tidak menyadari dampak yang diakibatkan dari tindakan yang telah dilakukan.

Proses memaafkan yang sehat membutuhkan waktu, proses emosional, dan perubahan perilaku dari pihak yang bersalah. Proses tersebut akan memberikan penyembuhan emosional yang sebenarnya dan memperkuat hubungan dengan pihak yang bersalah karena akar permasalahan telah terselesaikan dan rasa saling persaya kembali terbangun. Permintaan maaf tulus bukan berfokus pada memberikan alasan atas kesalahan yang telah dilakukan atau berpura-pura tidak melakukan kesalahan tersebut. Aspek penting dalam memaafkan adalah mengakui rasa sakit yang dialami, memahami situasi yang menyebabkan perilaku tersebut, dan membuat keputusan bersama secara sadar untuk melangkah maju.

Untuk menghindari toxic forgiveness, Anda sebaiknya tidak memaafkan kesalahan orang lain secara terburu-butu atau dipaksakan oleh situasi. Anda diperbolehkan menggunakan waktu sebanyak yang dibutuhkan untuk memproses kondisi emosi yang dirasakan dan mengkomunikasikan masalah yang terjadi dengan pihak yang menyakiti Anda.

Tinggalkan Komentar